Malam terakhir di bulan Ramadhan
"Rifka.." katanya manis memperkenalkan namanya padaku tadi malam. Matanya mengerling kesana kemari memperhatikan renda dan motif bunga mukena yang kupakai. "Kakak.. Namanya siapa?" tanya nya balik. "Sophie.." "Kak Sofi.. Tinggal dimana?" "Kesini sama siapa?" "Kak Sofi lebaran dimana? Udah beli baju lebaran belom?" "Mama kak sofi bikin kue apa?" Pertanyaan demi pertanyaan meluncur begitu saja dari bibir mungil gadis berkulit sawo matang itu, matanya khas mata Indonesia. Tidak begitu besar tapi tidak terlalu sipit juga. Mata cantik itu lengkap sudah dengan bulu matanya yang tebal dan lentik. Disela - sela shalat taraweh dan dia merasa agak gerah, dia menyampirkan telekungnya ke bahu. Dan rambut panjangnya yang lebat dan hitam pun tergerai dalam satu ikatan pita rambut warna ungu.
Selesai menjawab pertanyaannya yang bertubi - tubi, maka giliranku yang akan bertanya sedikit tentangnya. Tentu saja, beberapa pertanyaanku adalah meng-copy paste pertanyaan Rifka. Meskipun aku sudah tau dia ke mesjid bersama siapa, tetap saja aku mengajukan pertanyaan itu. Aku hanya ingin tau siapa ibu gadis cantik ini. "Rifka kesini sama siapa?" "Nenek.." sambil menoleh ke salah satu ujung saf shalat taraweh. Tak mendapat jawaban yang kuinginkan, aku bertanya lagi "Mamanya mana? Gak ikut taraweh?" "Mama meninggal.." Deg. Kaget. "Ooh.." Tapi jawaban itu tak merubah sedikitpun ekspresinya, masih memperhatikan kelopak bunga tiruan yang dijahit di mukenaku. Kali ini dia memberanikan diri menggenggam kelopak itu dengan matanya masih menari-nari disana. "Kak Sofi punya nenek nggak?" tanyanya cepat - membalas - aku kalah cepat. "Nenek kakak sudah nggak ada. Dulu, waktu nenek kakak masih hidup, kakak, mama dan nenek sering datang tarawehan bareng, shalatnya di depan situ" Aku terpaksa memonyongkan bibirku sedikit agak ke depan, kearah mama. Matanya mengikuti arah tuju bibirku yang sempat aku monyongkan tadi.
"Papa? Mana? Ikut taraweh sama Rifka gak?" "Nggak tau.." Kali ini dia membuang muka dan melepas genggamannya pada kelopak bunga mukenaku, tapi masih tersenyum. Aku mengatur jeda nafas dan mencoba back on the track pada ceramah dai cilik yang memberi siraman rohani malam terakhir di mesjid kami.
Aku masih ingin tau tentang Rifka.
Sejujurnya aku masih ingin tau banyak tentang Rifka.
"Rifka punya adik gak?" "Enggak.." "Kalau kakak? Rifka punya kakak gak?" Kali ini dia hanya menggeleng. "Rifka cuma berdua sama nenek di rumah" "Ya Tuhan... Aku benar - benar jatuh hati pada gadis cantik ini. Namun rupanya kehidupan tak seindah senyumannya. Akhirnya kami memilih untuk menyibukkan diri masing - masing. Aku coba kembali mendengarkan ceramah Ramadhan. Tak lama kemudian Rifka meninggalkanku dan kembali duduk manis disamping neneknya.
Lalu kami tak sempat bertemu lagi sampai shalat witir yang diakhiri doa dan acara salam - salaman berakhir.
Setiap malam di bulan Ramadhan aku melihatnya. Sepanjang tahun sejak kepindahanku ke daerah ini.
Dia selalu berada disana, di salah satu ujung saf shalat barisan kedua.
Tepat disamping neneknya.
Dia selalu terlihat sedang memperhatikanku beberapa malam ini.
Tatap matanya seolah ingin mengajakku berkenalan.
Beberapa malam yang lalu di bulan Ramadhan
Aku sedang celingak celinguk mencari saf kosong di baris pertama. Aku yakin dia pasti disana, seperti biasanya. Aku tergelitik membenarkan keyakinanku dengan meliriknya. Dia tersenyum dan menepuk sajadah mesjid yang berada dibelakangnya. Dia memintaku untuk shalat didekatnya. Kami tak bicara namun saling tersenyum. Sesekali setiap selesai salam mengakhiri shalat, dia akan meoleh ke belakang. Ke arahku. Lalu tersenyum.
Suatu malam di bulan Ramadhan
Di mesjid sini, shalat taraweh dilakukan sebanyak 23 rakaat tapi aktivitas kerjaku di siang hari mengalahkanku pada rakaat ke - 8 dan melaksanakan shalat witir sendiri di barisan belakang. Ketika itu aku tepat berada dibelakangnya. Setelah selesai dan mengemas sajadah, dia melambaikan tangannya padaku. Aku melihatnya dengan seksama beberapa saat lalu membalas lambaian tangannya. Kami pun saling melemparkan senyum. Itulah perkenalan pertamaku dengan Rifka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar