Dalam lingkungan terkecil tempat kia hidup dan tumbuh, wajar saja memang dalam keluarga ada beberapa hal yang tidak sependapat bahkan berseberangan pula adanya. Tapi lain halnya dengan keadaan seperti air dalam minyak karena kita tau bahwa sampai kapanpun tidak akan bisa bersatu meski berada dalam satu tempat. Bisa saja dalam posisi ini, masing-masing subjeknya adalah orang tua dan anak, atau lebih spesifik lagi adalah ibu dan anak gadisnya. Dalam banyak kasus mereka berdua sangat akur dan bersahabat sekali tapi disisi lain malah seperti air dalam minyak itu tadi.
Merunut pada studi kasus yang notabene lingkungannya adalah lingkungan dekat saya sendiri, peran ibu memang sepenuhnya curahan kasih sayang kepada anak-anaknya. Sementara peran ayah hanya sebatas memenuhi kebutuhan kelarga. Bukan berarti tidak ada kasih sayang disana namun hukum peran lah yang berbicara. Mungkin-mungkin saja diluar sana kasih sayang ayahanda justru anda rasakan lebih mendalam dibandingkan ibunda. Apapun pembenarannya, adalah sudah seharusnya kasih sayang Ibu diatas segala-galanya.
Hal ini mungkin saja disebabkan oleh teori dua garis lurus sejajar. Dimana apabila garis tersebut kita tarik, tidak akan pernah bertemu di satu titik. Sifat atau karakter dasar yang sangat identik sama (dalam hal ini kita akan mengambil satu karakter buruk), yaitu sama-sama memiliki ego yang tinggi. Maka dua anak beranaka itu tidak akan bisa akur bila tidak ada yang mau mengalah. Lalu apabila demikian, pertanyaan selanjutnya adalah "Siapa yang harus mengalah?" Jawabnya tentu saja anak. Bagaimanapun anak berkedudukan sebagai yang lebih kecil dan mempunyai tugas untuk patuh pada kedua orang tua. Diperkuat pula dengan pernyataan Rasullullah tentang hak anak pada mereka. Saya sengaja gugling dulu sebelum salah melampirkan ayat dan hadist tersebut.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun . Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.” (Qs. Luqman : 14)
Terang sudah ayat ini bagaimana sulitnya mengemban tanggung jawab sebagai ibu ketika mengandung, melahirkan dan membesarkan anak-anaknya. Dan ketika tumbuh besar pun harus pula bertanggung jawab untuk mendidik titipan Tuhan tersebut dengan baik.
Sebagaimana dikemukakan dalam sebuah hadits, Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu, belia berkata, “Seseorang datang kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Dan orang tersebut kembali bertanya, ‘Kemudian siapa lagi?’ Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Ibumu!’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi?’ Beliau menjawab, ‘Ibumu.’ Orang tersebut bertanya kembali, ‘Kemudian siapa lagi,’ Nabi shalallahu ‘alaihi wasallam menjawab, ‘Kemudian ayahmu.’” (HR. Bukhari)
Terang sudah hadits ini memberikan poin berlebih kepada Ibu. Lalu bagaimana anak-anak zaman sekarang menyikapi hal tersebut? Tapi selain kedua ayat al-Quran dan hadist diatas tadi, yang harus deiketahui pula adalah bersahabat dengan Ibu itu asik sekali. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar